Dollar AS Naik di Akhir Pekan

Dollar Amerika Serikat menguat pada perdagangan yang fluktuatif pada hari Jumat setelah data menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja di AS melambat pada Januari, meskipun tingkat pengangguran turun menjadi 4,0%. Hal ini memberikan ruang bagi Federal Reserve AS untuk menunda pemotongan suku bunga setidaknya hingga Juni. Penguatan dollar juga didukung oleh pernyataan Presiden Donald Trump yang berencana mengumumkan tarif timbal balik terhadap banyak negara pekan depan, meskipun tidak menyebutkan negara mana yang akan terkena dampaknya.
Indeks dollar, yang mengukur kekuatan mata uang AS terhadap yen, pound sterling, dan mata uang lainnya, naik 0,353% menjadi 108,04. Namun, secara mingguan, indeks ini masih mengalami penurunan karena kekhawatiran investor terhadap perang dagang global mulai mereda. Laporan ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sektor nonpertanian menambah 143.000 pekerjaan pada Januari, lebih rendah dari perkiraan 170.000 pekerjaan. Meskipun demikian, data revisi untuk Desember menunjukkan peningkatan yang lebih besar, yaitu 307.000 pekerjaan.
Di sisi lain, investor kembali cemas terhadap potensi perang dagang setelah Presiden Trump menyatakan niatnya untuk memberlakukan lebih banyak tarif sebagai bagian dari strategi luas untuk mengatasi masalah anggaran AS. Pernyataan ini dibuat dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang. Trump juga mengisyaratkan bahwa tarif otomotif tetap menjadi opsi yang dipertimbangkan.
Pound sterling turun 0,2% menjadi $1,2413 setelah sebelumnya melemah 0,54% akibat keputusan Bank of England (BoE) yang menurunkan suku bunga menjadi 4,5% dan merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Inggris menjadi hanya 0,75% tahun ini, separuh dari perkiraan sebelumnya. Namun, pound berhasil sedikit pulih setelah Gubernur BoE menyatakan agar pasar tidak terlalu banyak menafsirkan keputusan tersebut.
Euro juga melemah 0,49% menjadi $1,0333. Sementara itu, yen Jepang menunjukkan kekuatan terhadap dollar, dengan dollar turun 0,09% menjadi 151,365 yen. Hal ini didorong oleh ekspektasi bahwa Bank of Japan (BOJ) akan menaikkan suku bunga lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, didukung oleh data kenaikan upah dan komentar hawkish dari anggota dewan BOJ.
Pekan ini, pasar global juga dipengaruhi oleh langkah Trump yang menunda tarif terhadap Meksiko dan Kanada tetapi meningkatkan tarif terhadap impor dari China. Langkah ini diikuti oleh kebijakan balasan dari China terhadap barang-barang AS. Selain itu, Menteri Keuangan AS menyatakan fokus pada pengendalian imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun, memberikan sinyal bahwa The Fed tidak berada di bawah tekanan langsung dari pemerintah AS untuk menurunkan suku bunga.
Di pasar saham, indeks utama AS seperti S&P 500, Nasdaq, dan Dow Jones mengalami penurunan tajam pada hari Jumat akibat kekhawatiran tarif baru yang dapat memicu lonjakan inflasi dan meningkatnya ketidakpastian pasar. Namun, secara mingguan, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 1,5%, sementara Dow Jones naik 0,8%.
Harga emas tetap di atas $2.860 pada hari Jumat, mendekati level tertinggi sepanjang masa, karena ekspektasi bahwa bank sentral utama dunia akan melonggarkan kebijakan moneter tahun ini. Meskipun pasar tenaga kerja menunjukkan kekuatan, investor masih memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga dua kali pada tahun ini.
Sementara itu, harga minyak mentah WTI naik 0,5% menjadi $71 per barel setelah sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran. Namun, kenaikan ini terbatas karena ketegangan dagang antara AS dan China yang terus meningkat serta ancaman tarif tambahan terhadap negara lain. Secara mingguan, harga minyak mencatat penurunan untuk ketiga kalinya berturut-turut, turun sekitar 2%, terutama dipicu oleh ketidakpastian perdagangan yang diperburuk oleh kebijakan tarif AS.